Pernah nggak kamu ngobrol dengan ChatGPT dan merasa kalau kamu terus “memperbaiki” pertanyaanmu di tengah percakapan? Awalnya kamu tanya sesuatu yang umum, tapi setelah lihat jawabannya, kamu jadi ingin menggali lebih dalam, mengubah arah, atau mempersempit topik. Nah, tanpa disadari, kamu sedang mempraktikkan konsep yang disebut dynamic prompting — teknik menyesuaikan prompt (pertanyaan atau instruksi) berdasarkan jawaban yang sudah diberikan oleh AI.
Kalau prompt engineering itu ibarat menulis naskah film, maka dynamic prompting adalah improvisasi di tengah panggung. Kamu nggak lagi hanya menyiapkan pertanyaan statis, tapi menyesuaikannya secara dinamis sesuai arah pembicaraan. Teknik ini bikin interaksi dengan AI terasa lebih alami, seperti percakapan manusia, sekaligus membuat hasil akhirnya jauh lebih relevan dan kaya informasi.
Masalah yang sering terjadi saat orang baru menggunakan ChatGPT adalah mereka menulis satu prompt panjang, berharap hasilnya langsung sempurna. Padahal AI tidak “membaca pikiran” kita. Ia hanya memproses teks secara literal — apa yang kita tulis, itulah yang ia pahami. Kalau prompt-nya kurang jelas atau terlalu luas, hasilnya pun bisa kabur. Dynamic prompting hadir sebagai solusi: daripada berharap hasil sempurna di satu langkah, kita membangun hasil itu sedikit demi sedikit, sambil beradaptasi dengan respons AI.
Contohnya begini. Misalkan kamu sedang menulis artikel bisnis. Kamu mulai dengan prompt pertama:
“Tolong jelaskan tren pemasaran digital di Indonesia tahun 2025.”
ChatGPT lalu memberi penjelasan umum tentang social media marketing, influencer, dan AI-driven ads. Tapi kamu merasa masih terlalu global. Maka kamu lanjutkan:
“Fokuskan hanya pada strategi pemasaran UMKM, terutama yang menggunakan konten video.”
AI menyesuaikan jawabannya. Kamu lanjut lagi:
“Tambahkan contoh konkret dari usaha lokal yang berhasil.”
Di titik ini, kamu sedang menggunakan dynamic prompting. Kamu tidak mengulang dari awal, tapi memanfaatkan konteks dari jawaban sebelumnya untuk mengarahkan AI secara bertahap. Setiap pertanyaan barumu dibentuk oleh jawaban terakhir yang kamu terima.
Dynamic prompting bukan cuma soal “bertanya ulang,” tapi juga tentang membangun arah percakapan yang progresif. Kamu bisa memulai dengan eksplorasi luas, lalu secara sistematis mempersempit topik. Teknik ini sangat efektif untuk brainstorming ide, riset akademik, atau menyusun strategi bisnis, karena AI dilatih untuk mempertahankan konteks.
Kalau kamu ingin hasil yang kaya dan mendalam, gunakan pendekatan iteratif: mulai dengan pertanyaan terbuka, lalu gunakan jawaban AI sebagai batu loncatan untuk pertanyaan berikutnya. Misalnya:
1️⃣ “Apa tantangan utama dalam penggunaan AI di dunia pendidikan?”
2️⃣ “Dari poin yang kamu sebutkan, jelaskan lebih detail tentang etika penggunaan data siswa.”
3️⃣ “Bisa beri contoh kebijakan sekolah yang sudah berhasil mengatasi masalah itu?”
Tanpa sadar, kamu sudah membuat alur percakapan dinamis yang membawa AI ke arah yang kamu butuhkan. Ini jauh lebih efektif dibanding satu prompt panjang yang mencoba mencakup semuanya sekaligus.
Menariknya, teknik ini juga membantu kamu berpikir lebih jernih. Dynamic prompting mendorong kamu untuk reflektif terhadap hasil AI. Setiap kali kamu membaca jawabannya, kamu mengevaluasi: “Apakah ini sudah cukup?” atau “Bagian mana yang perlu diperdalam?” Dengan cara ini, proses menulis atau berpikir jadi kolaboratif — bukan hanya meminta jawaban, tapi membangun pemahaman bersama.
Untuk hasil yang optimal, ada beberapa tips sederhana:
- Gunakan frasa penghubung yang jelas. Misalnya, “Jelaskan lebih lanjut tentang poin kedua,” atau “Sekarang fokus pada aspek sosialnya.” Ini membantu AI menjaga konteks.
- Tegaskan perubahan arah. Kalau kamu ingin pindah topik, beri tanda seperti “Sekarang ganti fokus ke…” supaya AI tahu kamu mulai percakapan baru.
- Gunakan umpan balik eksplisit. Kalau jawaban AI belum sesuai, katakan saja: “Jawabanmu terlalu umum, tolong buat lebih spesifik dengan contoh nyata.”
Kamu juga bisa memanfaatkan dynamic prompting untuk eksplorasi kreatif. Misalnya saat menulis cerita, kamu bisa membangun plot secara bertahap:
“Tulis pembukaan cerita fantasi tentang kota di langit.”
“Tambahkan karakter utama perempuan dengan sifat pemberani tapi ceroboh.”
“Sekarang buat konflik utama antara dia dan penguasa kota.”
Setiap instruksi membentuk alur cerita baru, tapi tetap dalam konteks dunia yang sama. Hasilnya? Cerita terasa konsisten dan berkembang alami.
Dalam konteks bisnis, dynamic prompting juga sangat berguna. Misalnya, kamu bisa meminta AI menganalisis data pasar secara bertahap: mulai dari tren umum, lalu mempersempit ke target demografi, lalu strategi penjualan yang paling cocok. Dengan cara ini, kamu seperti berdiskusi dengan analis digital yang tanggap dan sistematis.
Pada akhirnya, dynamic prompting mengajarkan satu hal penting: AI bekerja paling baik ketika kita memperlakukan percakapan sebagai proses, bukan transaksi. Alih-alih “sekali tanya, langsung jadi,” kita membimbing AI melalui langkah-langkah kecil agar hasil akhirnya matang dan sesuai kebutuhan.
Teknik ini juga memperlihatkan sisi paling manusiawi dari interaksi dengan mesin — bahwa berpikir, baik oleh manusia maupun AI, adalah proses dialog, bukan monolog. Jadi, lain kali kamu merasa jawaban AI belum pas, jangan buru-buru menutup jendela chat. Cukup lanjutkan percakapan dengan pertanyaan baru yang lebih tajam. Karena dalam dunia AI, hasil terbaik jarang datang dari pertanyaan pertama — tapi dari percakapan yang terus berkembang.