Kalau kamu mahasiswa atau dosen, pasti pernah merasakan betapa ribetnya mencari referensi buat tugas, skripsi, atau artikel ilmiah. Kadang kita terjebak pakai sumber yang kurang kredibel, seperti blog pribadi atau artikel populer yang nggak jelas asal-usulnya. Padahal, ada cara lebih mudah dan terpercaya: menggunakan database ilmiah. Nah, tiga nama yang sering banget disebut adalah Google Scholar, Scopus, dan Web of Science. Mari kita bahas kenapa penting banget belajar pakai platform ini.
Pertama, Google Scholar. Ini ibarat “pintu masuk” paling ramah bagi siapa pun yang baru belajar mencari referensi ilmiah. Cara pakainya hampir sama seperti Google biasa: tinggal ketik kata kunci, langsung muncul deretan artikel, jurnal, atau buku yang relevan. Bedanya, hasil yang muncul di Google Scholar sudah lebih terfilter karena berasal dari publikasi akademik. Asyiknya lagi, kita bisa lihat berapa kali artikel itu disitasi oleh peneliti lain. Jumlah sitasi ini bisa jadi indikator seberapa berpengaruh artikel tersebut. Jadi kalau kamu bingung mau pakai referensi yang mana, pilih yang sitasinya banyak biasanya lebih aman.
Namun, Google Scholar juga punya keterbatasan. Tidak semua artikel yang muncul bisa diunduh gratis. Kadang, ketika diklik, malah diarahkan ke situs penerbit yang minta bayar. Nah, di sinilah pentingnya tahu alternatif lain, seperti Scopus.
Scopus adalah database besar yang dikelola oleh Elsevier. Kalau Google Scholar itu gratis dan terbuka, Scopus lebih eksklusif dan detail. Lewat Scopus, kita bisa melihat bukan hanya artikel, tapi juga profil penulis, riwayat publikasi, bahkan h-indeks seorang peneliti. Jadi, Scopus sering dipakai untuk mengukur kualitas dan reputasi akademik seseorang. Bagi dosen, publikasi di jurnal terindeks Scopus bisa jadi “nilai plus” besar, baik untuk kenaikan jabatan maupun untuk memperkuat rekam jejak riset.
Tapi ada catatan: akses ke Scopus biasanya berbayar. Kabar baiknya, banyak kampus di Indonesia sudah menyediakan akses gratis lewat perpustakaan universitas. Jadi kalau kamu mahasiswa, jangan malas cek apakah kampusmu punya akses ini. Sayang banget kalau kesempatan emas ini dilewatkan.
Selain Scopus, ada juga Web of Science (WoS) yang sering dijadikan rujukan. Fungsinya mirip dengan Scopus, yaitu menyediakan database jurnal dan artikel berkualitas tinggi. Bedanya, WoS sudah lama dianggap sebagai salah satu “standar emas” dalam publikasi ilmiah internasional. Banyak lembaga riset atau universitas menggunakan WoS sebagai tolok ukur reputasi penelitian.
Kalau mau cari yang lebih ramah di kantong, ada juga database open access lain. Misalnya, DOAJ (Directory of Open Access Journals) yang menyediakan ribuan jurnal gratis. Ada juga ResearchGate, semacam media sosial akademik tempat peneliti berbagi artikel dan berdiskusi. Bahkan, kadang kamu bisa langsung minta artikel dari penulisnya lewat fitur pesan. Ini cara cepat dan legal buat dapat akses ke tulisan yang biasanya terkunci.
Menggunakan database ilmiah ini bukan cuma soal teknis mencari artikel. Lebih dari itu, ini adalah latihan untuk jadi peneliti yang cerdas dan kritis. Kamu jadi tahu mana sumber yang terpercaya, mana yang abal-abal. Kamu juga bisa belajar membandingkan berbagai artikel, melihat tren penelitian terbaru, dan akhirnya menemukan celah untuk risetmu sendiri.
Intinya, jangan puas hanya dengan Googling biasa. Kalau ingin tulisan ilmiahmu punya dasar yang kuat, biasakan diri menggunakan database akademik seperti Google Scholar, Scopus, Web of Science, DOAJ, atau bahkan ResearchGate. Memang butuh waktu untuk terbiasa, tapi sekali kamu menguasainya, proses menulis jadi jauh lebih cepat, lebih terarah, dan pastinya lebih berkualitas.