Bagi setiap dosen atau peneliti yang berkecimpung di dunia publikasi ilmiah, penolakan artikel dari jurnal, baik itu Scopus maupun Sinta, adalah hal yang (sayangnya) hampir pasti akan dialami. Rasanya memang tidak enak. Kita sudah mencurahkan waktu, energi, dan pikiran berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk sebuah karya, lalu tiba-tiba mendapatkan email berisi kabar bahwa artikel kita ditolak. Ada rasa kecewa, marah, bahkan mungkin mempertanyakan kemampuan diri sendiri.
Namun, izinkan saya mengatakan satu hal: penolakan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses pembelajaran dan pengembangan diri. Cara kita merespons penolakan inilah yang akan menentukan seberapa cepat kita bisa bangkit dan berhasil di masa depan. Ibaratnya, ini bukan soal berapa kali Anda jatuh, tapi berapa kali Anda bangkit setelahnya.
Jangan Terburu-buru Merespons: Beri Diri Anda Waktu
Ketika email penolakan itu tiba, respons pertama yang muncul seringkali adalah emosi. Marah pada reviewer, kecewa pada diri sendiri, atau bahkan ingin menyerah. Ini normal. Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah jangan langsung merespons atau mengambil keputusan impulsif. Beri diri Anda waktu untuk mencerna kabar tersebut. Satu hari, dua hari, bahkan seminggu, jika perlu. Lepaskan emosi negatif itu sejenak. Ingat, keputusan editor dan reviewer didasarkan pada kualitas ilmiah artikel, bukan pada personalitas Anda.
Selama fase “pendinginan” ini, hindari membahasnya dengan rekan yang mungkin akan menambah frustrasi. Lebih baik lakukan hal-hal yang menenangkan pikiran Anda. Setelah pikiran lebih tenang, barulah Anda siap untuk langkah selanjutnya.
Pahami Alasan Penolakan: Kritik Membangun atau Memang Belum Tepat?
Begitu Anda merasa lebih tenang, bacalah surat penolakan dan komentar reviewer dengan cermat dan objektif. Ini adalah bagian paling penting. Seringkali, komentar reviewer adalah masukan yang sangat berharga untuk meningkatkan kualitas artikel Anda. Jangan melihatnya sebagai serangan pribadi, tapi sebagai saran konstruktif dari para ahli di bidang Anda.
Perhatikan pola kritik yang muncul. Apakah ada komentar yang berulang dari beberapa reviewer? Itu biasanya menunjukkan poin kelemahan utama yang perlu Anda perbaiki. Kritik bisa berkisar dari masalah metodologi yang kurang kuat, analisis data yang dangkal, kurangnya novelty, tinjauan pustaka yang belum komprehensif, hingga masalah penulisan seperti struktur atau bahasa.
Ada kalanya penolakan memang murni karena artikel Anda tidak sesuai dengan ruang lingkup (scope) jurnal tersebut. Ini bukan berarti artikel Anda buruk, hanya saja tidak cocok dengan fokus jurnal yang dituju. Jika ini alasannya, Anda tahu bahwa Anda perlu mencari jurnal lain yang lebih sesuai.
Susun Strategi Perbaikan: Jadikan Kritik sebagai Pedoman
Setelah Anda mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, buatlah daftar poin-poin perbaikan secara sistematis. Jangan mencoba mengatasi semuanya sekaligus. Prioritaskan perbaikan yang paling fundamental dan berdampak besar pada kualitas artikel.
Misalnya:
- Jika metodologi yang dikritik: apakah perlu menambah data, mengubah pendekatan analisis, atau menjelaskan prosedur dengan lebih rinci?
- Jika kurangnya novelty: apakah Anda bisa menonjolkan aspek orisinil penelitian Anda dengan lebih baik? Atau mungkin ada literatur baru yang bisa Anda tambahkan untuk memperkuat argumen Anda?
- Jika masalah penulisan: apakah kalimat terlalu berbelit-belit, argumen tidak mengalir, atau ada banyak typo dan kesalahan tata bahasa?
Jangan takut untuk berdiskusi dengan pembimbing atau kolega terpercaya. Mereka bisa memberikan perspektif baru dan membantu Anda melihat kekurangan yang mungkin terlewat. Gunakan komentar reviewer sebagai panduan utama untuk revisi Anda.
Pilih Jurnal Baru dan Submit Kembali
Setelah melakukan perbaikan yang diperlukan, langkah selanjutnya adalah mencari jurnal baru yang lebih sesuai. Jangan terpaku pada satu jurnal saja. Lakukan riset ulang: periksa jurnal-jurnal di bidang Anda, lihat impact factor atau peringkat Sinta-nya, perhatikan ruang lingkup, dan baca beberapa artikel yang sudah terbit di sana untuk memastikan kecocokan.
Penting: jangan lupa untuk menyesuaikan format dan gaya penulisan artikel Anda dengan panduan penulis (Author Guidelines) jurnal baru yang Anda tuju. Setiap jurnal punya gayanya sendiri. Mengabaikan ini adalah kesalahan fatal yang seringkali menjadi alasan penolakan awal.
Saat mengirimkan ulang, pastikan Anda juga menulis surat pengantar (cover letter) yang kuat. Di surat ini, Anda bisa secara singkat menjelaskan bahwa artikel ini telah direvisi berdasarkan masukan sebelumnya (jika relevan) dan mengapa Anda yakin artikel ini cocok untuk jurnal yang baru.
Jadikan Pengalaman Berharga: Belajar dari Kegagalan
Penolakan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan seorang peneliti. Hampir semua peneliti sukses pasti pernah mengalaminya. Yang membedakan adalah mereka yang mampu belajar dari setiap penolakan, menggunakannya sebagai motivasi untuk meningkatkan kualitas diri dan karyanya.
Setiap penolakan adalah kesempatan untuk menyempurnakan penelitian Anda, mengasah kemampuan menulis, dan memahami lebih dalam standar publikasi ilmiah. Jadi, bangkitlah, pelajari pelajarannya, dan teruslah berkarya. Kesuksesan tidak datang dari menghindari kegagalan, tetapi dari kemampuan kita untuk belajar dan bangkit dari setiap kegagalan.