Pernah nggak kamu minta ChatGPT menulis sesuatu, tapi hasilnya terasa “nggak nyatu”? Misalnya, kamu minta gaya santai tapi malah terdengar kaku, atau sebaliknya — kamu pengin tulisan akademis malah dikasih gaya kayak status media sosial. Atau yang lebih parah, ketika kamu berusaha mengubah nada bahasa, isi faktanya malah jadi bergeser. Nah, masalah ini sering dialami banyak pengguna AI generatif. Mengatur nada dan gaya bahasa memang gampang diucapkan, tapi kalau dilakukan sembarangan, bisa bikin hasil AI kehilangan akurasi dan konsistensi makna.
Untuk memahami cara mengendalikannya, pertama-tama kita harus paham dulu bagaimana AI seperti ChatGPT bekerja. Model ini tidak benar-benar “mengetahui” sesuatu, tapi menebak kata berikutnya yang paling mungkin muncul berdasarkan konteks dari miliaran contoh teks. Artinya, nada dan gaya bahasanya dibentuk oleh pola bahasa yang pernah muncul di data latihannya. Jadi, kalau kamu bilang “tuliskan dengan gaya profesional,” model akan mengingat pola kalimat dari teks profesional yang pernah dibacanya, lalu menyesuaikan pilihan katanya agar terdengar formal.
Masalahnya muncul ketika permintaan gaya itu terlalu “memaksa,” sehingga model mengutamakan nada daripada isi. Misalnya, kamu bilang, “jelaskan teori kuantum dengan gaya jenaka.” AI bisa menulis dengan lucu, tapi karena terlalu fokus ke humor, kadang isi ilmiahnya jadi kurang tepat atau terlalu disederhanakan. Di sinilah seni sebenarnya dari prompt engineering: bagaimana membuat AI menyesuaikan gaya tanpa mengorbankan akurasi.
Triknya terletak pada cara kita memberi instruksi. Daripada hanya menulis “buat dengan gaya santai,” lebih baik kamu beri konteks dan batasan. Misalnya, “Tuliskan penjelasan tentang teori kuantum dengan gaya santai, tapi tetap gunakan istilah ilmiah yang akurat.” Dengan begini, kamu memberi ruang bagi AI untuk menyesuaikan nada, tapi tetap menegaskan bahwa isi harus benar. Kalimat seperti ini menjadi “kompas” bagi model agar tahu seberapa jauh boleh bermain dengan gaya.
Kita juga bisa menggunakan teknik dua tahap, yang sangat efektif untuk menjaga keseimbangan antara gaya dan akurasi. Tahap pertama, minta AI menulis versi “mentah” atau versi dasar yang netral dulu, tanpa gaya tertentu. Misalnya, “Jelaskan teori kuantum secara akurat dalam tiga paragraf.” Setelah hasilnya keluar, lanjutkan dengan prompt kedua seperti, “Sekarang ubah teks di atas menjadi gaya santai seperti penjelasan teman nongkrong, tanpa mengubah isinya.” Dengan pendekatan ini, kamu memastikan fondasi faktualnya sudah kuat, baru kemudian menyesuaikan nadanya.
Pendekatan bertahap ini juga bisa kamu gunakan untuk gaya profesional, persuasif, atau bahkan humoris. Misalnya, kamu bisa bilang:
- “Tuliskan versi profesional dari teks di atas untuk audiens korporat.”
- “Ubah paragraf ini menjadi gaya storytelling ringan.”
- “Gunakan gaya copywriting iklan, tapi pertahankan poin data aslinya.”
Setiap instruksi ini membantu AI memisahkan antara apa yang dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya.
Selain itu, kamu juga bisa memanfaatkan persona prompting untuk menjaga konsistensi gaya. Misalnya, dengan menulis “Anda adalah seorang jurnalis teknologi yang menulis untuk pembaca awam,” maka AI akan otomatis menyesuaikan nada dan bahasa yang sesuai dengan persona itu. Teknik ini lebih stabil karena gaya dan akurasi sama-sama dibentuk sejak awal — bukan ditambahkan di akhir.
Tapi tentu saja, ada batasan. AI tetap bisa “tergelincir” kalau permintaanmu ambigu. Misalnya, “tulis dengan gaya anak muda tapi tetap formal” bisa membuat model bingung: mana yang harus diutamakan, santai atau formal? Dalam kasus seperti ini, kamu bisa mengarahkan dengan contoh. Misalnya:
“Gunakan gaya anak muda seperti artikel di blog teknologi, tetap sopan tapi tidak kaku.”
Contoh konkret semacam ini membantu AI memahami nuansa yang kamu maksud tanpa salah arah.
Hal penting lain yang sering dilupakan adalah pemilihan kata kunci nada. Kata seperti “persuasif,” “netral,” “humanis,” “akademis,” atau “jenaka” memiliki makna berbeda di mata AI. Coba kombinasikan kata-kata ini dengan audiens target. Misalnya, “jelaskan topik ini dalam gaya persuasif untuk audiens profesional,” hasilnya akan jauh lebih tajam dibanding “buatlah agar terdengar meyakinkan.”
Dan yang terakhir: jangan takut untuk bereksperimen. Sering kali, cara terbaik menemukan keseimbangan antara gaya dan akurasi adalah dengan mencoba beberapa versi. AI tidak keberatan direvisi — justru ia belajar dari setiap iterasi yang kamu buat.
Jadi, mengendalikan nada dan gaya bahasa AI bukan soal “menjinakkan” mesin, tapi soal komunikasi yang jelas. Semakin spesifik kamu mendeskripsikan bagaimana hasil yang kamu mau, semakin mudah AI mengikuti tanpa kehilangan isi. Ingat, AI itu seperti kameleon — ia bisa beradaptasi dengan warna apa pun yang kamu minta, asal kamu tahu cat warna dasarnya dulu.
Pada akhirnya, keseimbangan terbaik antara gaya dan akurasi terjadi saat kamu menjadi “sutradara” yang baik: tahu kapan harus memberi arahan detail, kapan membiarkan AI berimprovisasi, dan kapan hasilnya sudah pas di antara keduanya.



