Buat mahasiswa, dosen, atau peneliti, publikasi di jurnal ilmiah sering dianggap sebagai pencapaian penting. Tapi, ada satu jebakan yang perlu diwaspadai: jurnal predatory alias jurnal predator. Nama ini terdengar menyeramkan, dan memang kenyataannya begitu. Jurnal predatory adalah jurnal yang kelihatannya resmi, tapi sebenarnya tidak mengikuti standar akademik yang benar. Alih-alih mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, mereka lebih fokus cari uang dari penulis yang ingin cepat terbit.
Ciri utama jurnal predatory adalah proses publikasi yang terlalu mudah. Biasanya, mereka menjanjikan artikel bisa terbit dalam hitungan hari atau minggu, tanpa proses review yang jelas. Padahal, dalam publikasi ilmiah yang sehat, artikel harus melewati proses peer review—ditinjau oleh para ahli untuk memastikan kualitas dan validitasnya. Kalau ada jurnal yang langsung bilang, “Bayar sekian, artikelmu pasti terbit,” itu tanda besar bahwa jurnal tersebut predator.
Selain itu, jurnal predatory sering mengirim email undangan ke penulis secara acak. Emailnya terdengar manis: memuji kualitas penelitianmu, mengajak kirim artikel, bahkan menawarkan posisi sebagai editor. Tapi kalau diperhatikan, sering kali email itu generik dan dikirim ke banyak orang sekaligus. Jadi, jangan gampang terbuai.
Ciri lain yang bisa diperhatikan adalah kualitas situs web jurnal. Jurnal predatory biasanya punya tampilan website seadanya, penuh kesalahan ketik, atau informasi yang tidak lengkap. Misalnya, tidak jelas siapa editor utamanya, alamat kantor meragukan, atau daftar dewan redaksi yang isinya orang-orang asing tanpa rekam jejak jelas. Bahkan ada kasus di mana nama peneliti dicatut tanpa izin untuk terlihat meyakinkan.
Masalahnya, banyak penulis yang tergiur karena jurnal predatory sering mengklaim sudah terindeks di database terkenal. Padahal, setelah dicek, indeksasi itu palsu atau hanya di database kecil yang kurang kredibel. Mereka juga suka pakai istilah “international journal” supaya terlihat bergengsi, padahal isinya campur aduk dan tidak berkualitas.
Kenapa harus hati-hati dengan jurnal predatory? Pertama, karena publikasi di jurnal semacam ini bisa merusak reputasi akademik. Artikel yang kamu tulis mungkin akan dianggap tidak valid oleh komunitas ilmiah, bahkan bisa merugikan karier akademikmu. Kedua, uang yang kamu keluarkan untuk biaya publikasi sebenarnya terbuang sia-sia, karena jurnal predator tidak memberikan nilai ilmiah yang nyata.
Lalu, bagaimana cara menghindarinya? Ada beberapa langkah praktis. Pertama, selalu cek apakah jurnal tersebut benar-benar terindeks di database terpercaya seperti Scopus atau Web of Science. Jangan hanya percaya klaim di website mereka. Kedua, lihat proses peer review. Jurnal yang kredibel akan menjelaskan bagaimana artikel ditinjau dan berapa lama prosesnya. Kalau semuanya serba instan, patut dicurigai.
Ketiga, periksa reputasi penerbitnya. Ada beberapa penerbit terkenal yang sudah diakui kualitasnya, dan ada juga daftar hitam penerbit predator yang bisa kamu temukan secara online. Keempat, tanyakan pada dosen pembimbing atau rekan sejawat. Biasanya mereka sudah bisa mengenali mana jurnal yang kredibel dan mana yang meragukan.
Selain itu, perhatikan biaya publikasi. Jurnal open access yang sehat memang biasanya meminta biaya (article processing charge), tapi jumlahnya wajar dan dijelaskan transparan. Sebaliknya, jurnal predatory sering menetapkan biaya tinggi tanpa alasan jelas.
Singkatnya, jurnal predatory adalah jebakan bagi peneliti yang ingin cepat publikasi tanpa proses panjang. Mereka merugikan penulis, merusak kualitas ilmu, dan hanya mengutamakan keuntungan finansial. Dengan lebih kritis dalam memilih jurnal, kita bisa memastikan bahwa karya ilmiah benar-benar diterbitkan di tempat yang layak dan bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan. Jadi, jangan buru-buru kirim artikel hanya karena ingin cepat terbit—cek dulu, pastikan jurnalnya kredibel, baru putuskan.