Tinjauan pustaka adalah salah satu bagian paling penting dalam sebuah karya ilmiah, entah itu skripsi, tesis, atau makalah penelitian. Bagian ini bukan sekadar daftar referensi yang dikumpulkan asal-asalan, tetapi lebih kepada bagaimana kita memahami, merangkum, dan mengkritisi penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik kita. Sayangnya, banyak mahasiswa melakukan kesalahan yang membuat tinjauan pustaka mereka kurang berbobot atau bahkan membingungkan. Yuk, kita bahas beberapa kesalahan umum dalam menulis tinjauan pustaka!
Cuma Sekadar Meringkas, Bukan Menganalisis
Kesalahan yang paling sering terjadi adalah ketika tinjauan pustaka hanya berisi ringkasan dari berbagai sumber tanpa ada analisis yang jelas. Misalnya, banyak mahasiswa hanya menuliskan seperti ini:
“Menurut A (2020), pemasaran digital sangat efektif untuk meningkatkan penjualan. B (2021) juga menyatakan bahwa pemasaran digital berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bisnis. C (2022) menambahkan bahwa media sosial menjadi salah satu alat pemasaran yang paling efektif saat ini.”
Kalimat di atas memang berisi informasi dari beberapa sumber, tapi tidak ada analisis yang menunjukkan bagaimana studi-studi tersebut saling berhubungan atau bahkan bertentangan. Sebaiknya, kita menghubungkan satu penelitian dengan penelitian lain dan mencari celah yang bisa kita eksplor lebih lanjut. Contohnya:
“Beberapa studi menunjukkan bahwa pemasaran digital efektif dalam meningkatkan penjualan (A, 2020; B, 2021). Namun, penelitian terbaru dari C (2022) lebih spesifik, menunjukkan bahwa media sosial memainkan peran penting dalam efektivitas pemasaran digital. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua metode pemasaran digital memiliki dampak yang sama, dan strategi yang lebih spesifik mungkin lebih efektif.”
Lihat bedanya? Dengan menambahkan analisis, tinjauan pustaka kita jadi lebih bermakna!
Tidak Ada Alur atau Struktur yang Jelas
Tinjauan pustaka bukan sekadar kumpulan teori atau studi sebelumnya yang ditempel begitu saja. Harus ada alur yang jelas. Misalnya, kita bisa menyusun tinjauan pustaka berdasarkan:
Kronologi: Bagaimana perkembangan penelitian dari waktu ke waktu?
Tema atau Konsep: Apa saja teori atau konsep utama yang relevan?
Metodologi: Apakah ada perbedaan dalam metode yang digunakan oleh berbagai studi?
Tanpa struktur yang jelas, pembaca bisa bingung dan sulit memahami relevansi penelitian sebelumnya terhadap topik kita.
Menggunakan Sumber yang Tidak Kredibel
Google memang memudahkan kita mencari referensi, tapi bukan berarti semua yang ada di internet bisa dijadikan sumber. Wikipedia, blog pribadi, atau artikel yang belum direview oleh pakar sebaiknya dihindari. Gunakan sumber yang terpercaya, seperti jurnal akademik, buku dari penerbit ternama, atau laporan resmi dari institusi penelitian. Jika harus menggunakan website, pastikan itu berasal dari organisasi yang kredibel, seperti World Health Organization (WHO) atau Kementerian terkait.
Terlalu Banyak atau Terlalu Sedikit Referensi
Tinjauan pustaka harus punya jumlah referensi yang seimbang. Kalau terlalu sedikit, penelitian kita bisa dianggap kurang mendalam. Sebaliknya, kalau terlalu banyak, bisa jadi malah membingungkan karena kita hanya menumpuk informasi tanpa fokus yang jelas.
Untuk skripsi, biasanya ada minimal 20-30 referensi, tergantung dari kebijakan kampus dan bidang penelitian. Pastikan juga referensinya masih relevan dan terbaru, setidaknya dalam 5-10 tahun terakhir.
Kurang Menggunakan Kutipan yang Tepat
Banyak mahasiswa hanya menyebutkan nama penulis tanpa memberikan kutipan yang jelas, misalnya:
“Menurut Smith, pemasaran digital sangat efektif.”
Padahal, kita harus mencantumkan tahun publikasi, seperti ini:
“Menurut Smith (2020), pemasaran digital sangat efektif.”
Atau jika ingin menggunakan kutipan langsung:
“Menurut Smith (2020, hlm. 15), ‘pemasaran digital memberikan dampak signifikan terhadap perilaku konsumen’.”
Gunakan kutipan dengan bijak—jangan terlalu banyak, karena tinjauan pustaka bukan sekadar kumpulan kutipan, tetapi harus menunjukkan pemahaman kita terhadap literatur yang ada.
Plagiarisme, Sengaja atau Tidak Sengaja
Plagiarisme adalah kesalahan fatal dalam penulisan ilmiah. Banyak mahasiswa tidak sadar kalau mereka melakukan plagiarisme karena tidak mencantumkan sumber dengan benar. Plagiarisme bisa berupa:
Plagiarisme langsung: Menyalin tulisan orang lain tanpa perubahan.
Plagiarisme tidak langsung: Mengubah beberapa kata tetapi tetap meniru struktur aslinya tanpa menyebutkan sumber.
Gunakan alat cek plagiarisme seperti Turnitin atau Grammarly untuk memastikan tulisan kita aman dari plagiarisme.
Tidak Menghubungkan dengan Penelitian Sendiri
Tinjauan pustaka bukan sekadar membahas penelitian orang lain, tetapi juga harus menunjukkan bagaimana penelitian kita akan berkontribusi pada bidang tersebut. Banyak mahasiswa lupa menyambungkan literatur yang dibahas dengan pertanyaan penelitian mereka sendiri.
Misalnya, setelah membahas berbagai penelitian, kita bisa menyimpulkan dengan:
“Dari berbagai penelitian yang telah dibahas, masih terdapat kesenjangan dalam bagaimana pemasaran digital dapat dioptimalkan untuk bisnis kecil. Oleh karena itu, penelitian ini akan fokus pada strategi pemasaran digital yang paling efektif bagi UMKM di Indonesia.”
Dengan begitu, pembaca bisa memahami relevansi penelitian kita dengan studi-studi sebelumnya.
Menulis tinjauan pustaka memang tidak mudah, tetapi dengan menghindari kesalahan-kesalahan di atas, kita bisa membuat tinjauan pustaka yang lebih kuat, terstruktur, dan relevan. Pastikan kita tidak hanya merangkum, tetapi juga menganalisis dan menghubungkan referensi dengan penelitian kita sendiri. Selalu gunakan sumber yang kredibel, kutipan yang benar, dan pastikan tidak ada unsur plagiarisme.
Jika kita bisa menyusun tinjauan pustaka dengan baik, bukan hanya penelitian kita yang lebih berkualitas, tetapi juga lebih mudah dipahami oleh pembaca dan reviewer. Semangat menulis!