Buat banyak mahasiswa, dosen, atau peneliti, publikasi ilmiah itu sudah jadi pencapaian penting. Tapi setelah artikel terbit, muncul pertanyaan baru: bagaimana caranya supaya tulisan kita disitasi orang lain? Sitasi itu bukan sekadar angka. Ia menunjukkan bahwa penelitian kita dibaca, dipakai, dan diakui orang lain dalam karya mereka. Semakin banyak sitasi, semakin besar pula pengaruh kita di dunia akademik. Nah, kabar baiknya, sitasi bukan sesuatu yang datang secara kebetulan. Ada strategi yang bisa kita lakukan untuk meningkatkannya.
Pertama, kuncinya ada di memilih topik yang relevan dan aktual. Artikel yang membahas isu hangat biasanya lebih cepat menarik perhatian. Misalnya, di era pandemi, penelitian tentang pembelajaran daring langsung jadi primadona. Atau di bidang teknologi, isu tentang kecerdasan buatan dan big data sedang ramai. Kalau penelitianmu membahas topik yang banyak dicari, peluang untuk disitasi juga lebih besar.
Kedua, tulis dengan jelas dan mudah dipahami. Jangan salah, meskipun tulisan ilmiah punya standar akademik, gaya bahasa yang terlalu rumit bisa membuat pembaca enggan mengutip. Artikel yang jelas, runtut, dan sistematis akan lebih mudah dipakai orang lain sebagai referensi. Ingat, peneliti lain biasanya sibuk—mereka butuh sumber yang langsung bisa dipahami tanpa harus pusing membaca ulang.
Ketiga, publikasikan di jurnal yang kredibel dan bereputasi. Artikel di jurnal yang terindeks Scopus atau Web of Science biasanya punya jangkauan pembaca lebih luas dibanding jurnal lokal yang tidak terindeks. Dengan kata lain, tempat kamu mempublikasikan tulisan juga ikut menentukan seberapa banyak orang yang bisa menemukannya.
Keempat, jangan lupakan strategi promosi. Artikel yang sudah terbit perlu diperkenalkan ke orang lain. Kamu bisa membagikannya lewat media sosial akademik seperti ResearchGate, Academia.edu, atau LinkedIn. Bahkan, membagikan di Twitter atau grup WhatsApp akademik juga bisa membantu. Semakin banyak orang tahu artikelmu ada, semakin besar kemungkinan mereka membaca dan menyitasi.
Kelima, gunakan kata kunci yang tepat. Saat menulis abstrak atau judul, pikirkan bagaimana orang lain akan mencari topikmu. Misalnya, kalau meneliti “pengaruh media sosial terhadap motivasi belajar,” pastikan kata kunci seperti social media dan student motivation muncul jelas di judul atau abstrak. Dengan begitu, artikelmu lebih mudah ditemukan lewat Google Scholar atau database lainnya.
Keenam, jadilah bagian dari komunitas ilmiah. Ikut seminar, konferensi, atau forum diskusi bisa membuat penelitianmu lebih dikenal. Saat presentasi, jangan lupa sebutkan artikel yang sudah kamu publikasikan. Jaringan akademik ini sering jadi jalan tak langsung untuk meningkatkan sitasi, karena orang yang mengenalmu lebih mungkin membaca dan mengutip karya yang kamu hasilkan.
Selain itu, kolaborasi dengan peneliti lain juga bisa memperluas jangkauan sitasi. Artikel yang ditulis bersama biasanya dibaca lebih banyak orang, karena setiap penulis membawa jaringan pembaca masing-masing. Jadi, semakin banyak kolaborasi, semakin besar peluang karyamu dilirik.
Hal penting lainnya adalah konsistensi menulis. Jangan berhenti di satu artikel. Semakin banyak tulisan yang kamu hasilkan, semakin besar peluang satu artikel disitasi dari artikelmu yang lain. Dengan begitu, kamu membangun ekosistem sitasi untuk dirimu sendiri.
Pada akhirnya, meningkatkan sitasi bukan soal instan. Butuh kombinasi antara topik yang tepat, tulisan yang berkualitas, publikasi di tempat yang kredibel, promosi aktif, dan keterlibatan dalam komunitas akademik. Kalau semua strategi ini dijalankan, sitasi akan datang dengan sendirinya seiring waktu.
Jadi, jangan hanya puas artikelmu terbit. Pastikan juga ia dibaca, dipakai, dan jadi bagian dari percakapan akademik global. Dengan begitu, penelitianmu tidak hanya berhenti di rak jurnal, tapi benar-benar hidup dan memberi dampak.